oleh : Mohammad Afief Hasan[ii]
Bismillahirrohmanirrohim.
Segala puji hanya milik Allah Ta’ala, shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya.“kate nangdi wong-wong pesantren iki, la wong kerjaane Cuma ngaji lan sing dibahas mek urusan akhirat tok. Paling-paling engkok nek wes mari mek dadi ustad, lan ijazah’e bakale ora kanggo”. (mau kemana orang-orang pesantren ini, kerjaanya Cuma ngaji dan yang dibahas hanya urusan akhirat saja. Paling-panling nanti kalo sudah selesai Cuma ustad(guru ngaji), dan ijazahnya tidak akan berguna).Yang ingin penulis sampaikan sebelumnya kepada semua pembaca dan pemerhati, ungkapan diatas adalah peryataan resmi yang didapatkan pada tahun lalu melalui telinga, mata dan organ indera asli penulis. Akan tetapi itu adalah pernyataan polos yang apa adanya dari seseorang yang komentar tentang permasalahan pendidikan pesantren tradisional. Mungkin mereka melihat dari sudut pandang pribadi yang mengganggap ia sudah  kuno, ndesa, mencetak generasi yang tidak mempunyai ilmu perkembangan zaman, dll. Berbeda dengan pendidikan modern yang terus berkembang dan menjadi tujuan di dalam menentukan jenjang pendidikan, karena didalamnya banyak ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, politik, dst. Semoga anggapan penulis sepenuhnya keliru. Dan semoga mereka mendapatkan ilmu yang bermanfaat.aamiin. Di sini penulis ingin mempertegas tentang pola pendidikan pesantren tradisional dan pendidikan modern, melalui forum kajian bersama komunitas penerus warisan Gusdur di kota malang yang telah akrab dikenal dengan nama Gerakan GUSDURian Muda (GARUDA).

Cermin Bening
Mengenai pembahasan tentang pendidikan di Indonesia tidak lengkap rasanya kalau tidak memasukkan nama pesantren. Sejumlah pakar dan pengamat pendidikan meyakini bahwa ia merupakan pendidikan yang indigenous[iii] di negeri ini. Eksistensi pendidikan model pesantren ini, telah hidup dan berada dalam budaya bangsa Indonesia selama berabad-abad yang silam dan tetap bertahan hingga sekarang.
Dari perjalanan sejarahnya yang cukup panjang itu, pesantren telah menjadi sumber inspirasi yang selalu menarik untuk diminati. Pesantren memiliki peranan yang tinggi untuk melihat dari perspektif manapun.
Pesantren tampak dengan sendirinya tumbuh, berkembang dan telah banyak menyumbangkan pembaharuan untuk masyarakat luas. Wajar sekali, santri yang sudah keluar dari pesantren menjadi produk asli di tengah kehidupan masyarakat. Sebagai objek studi, pesantren telah melahirkan banyak doctor dari berbagai disiplin ilmu, mulai antropologi, sosiologi, pendidikan, teknologi, politik, agama dan sebagainya. Partisipasi sosial dengan nyata ditunjukkan dalam bentuk aktivitas kultural yang berangkat dari sense of responsibility terhadap permasalahan lingkungan sekitar, terutama sektor agama yang dijadikan prioritas garapannya.
Mastuhu[iv] mengelompokkan Unsur-unsur sistem pendidikan pesantren terdiri dari dua. Pertama, Unsur organik, yaitu para pelaku pendidikan: pimpinan(kiai), guru (ustad), murid (santri) dan pengurus. Kedua, unsur an-organik, yaitu: tujuan, kitab, tasawuf, nahwu shorrof, filsafat, tata nilai, kurikulum, dan sumber belajar, proses kegiatan belajar mengajar, penerimaan santri dan tenaga kependidikan, teknologi pendidikan, dana, sarana, evaluasi dan peraturan terkait lainnya di dalam mengelola sistem pendidikan.
Pendidikan pesantren memiliki tujuan untuk mewujudkan manusia mandiri, cerdas, beriman, bertakwa, beretika, berestetika, teguh dalam kepribadian, menyebarkan ilmu, menegakkan dan menyebarkan Islam, berbudaya,  serta mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia dengan melengkapi diri ilmu pengetahuan.
[v]Setelah meninjau sepintas lintas kelebihan-kelebihan pendidikan tradisional di pesantren, sampailah kita pada beberapa kesimpulan yang akan dicoba untuk dirumuskan dibawah ini :
  1. Pendidikan tradisional, sepanjang menyangkut pemeliharaan tata nilai dan pandangan hidup yang ditimbulkannya di pesantren, harus tetap dikembangkan karena memiliki cukup banyak kelebihan. Pengembangan tata nilai tradisional inilah yang akan mampu memelihara kepemimpinan informal yang telah dimiliki pesantren di kalangan masyarakat selama ini.
  2. Sebaliknya, usaha-usaha untuk menyempurnakan sistem pengajaran yang ada di pesantren harus diteruskan, terutama mengenai metode pengajaran dan penetapan materi pelajarannya. Untuk memberikan landasan yang kokoh pada usaha menyempurnakan sistem pengajaran yang ada, harus dirumuskan sebuah filsafat pendidikan agama yang tradisional, jelas dan terperinci. Dari filsafat pendidikan yang sedemikian itu, disusun kurikulum dan silabus sebuah sistem pendidikan agama tradisional dengan literatur baru guna dikembangkan lebih lanjut.
Selanjutnya menjadi tantangan tersendiri bagi pendidikan pondok pesantren tradisional bagaimana mengembangkan wawasan kebebasan idiologis dan mengemukakan kepentingan masyarakat dia antara para pemimpin pesantren, mengingat bahwa pesantren sendiri merupakan sebuah lembaga pendidikan, bukan suatu asosiasi atau organisasi. Ia sendiri harus melakukan transformasi ke dalam. Suatu penerimaan yang selektif, sambil mengembangkan pendekatan yang berbeda terhadap berbagai segi kehidupan secara kreatif sesuai dengan zaman, apa yang biasa disebut dengan strategi pembangunan pendidikan pesantren tradisional sehingga tidak dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
[i] Disampaikan pada kajian rutin “GARUDA” tgl 11-04-12 jam 19.45 wib di teras ged. B   
 UIN Maliki Malang.
[ii] Masih tetap manusia bodoh saja,
  yang masih menempuh kuliah di Universitas Kehidupan.
[iii] Sebagai lembaga pendidikan islam yang mengandung makna keaslian Indonesia.
[iv] Mastuhu,” Gaya dan suksesi kepemimpinan pesantren”, dalam jurnal ulumul    Qur’an, No.7 vol II th 1990/1411 h,68
[v] Wahid Abdurrahman,”Menggerakkan tradisi : esai-esai pesantren”LKiS hal 77,Maret 2001.
Next
This is the most recent post.
Posting Lama

0 komentar:

Posting Komentar